Dewi Mimpi

Posted by : Rachmawati
SETELAH menempuh perjalanan yang melelahkan, aku sampai di puing-puing kota Palmyra. Kuhempaskan tubuhku diatas rerumputan yang tumbuh di antara reruntuhan pilar yang roboh dimakan waktu. Ini semua tampaknya diakibatkan oleh serangan musuh.
Tatkala malam tiba, saat jubah hitam kesunyian menyelimuti seluruh makhluk, aku mencium aroma yang aneh, sewangi dupa dan memabukkan seperti anggur. Lantas jiwaku membuka mulutnya agar agar menyeruput minuman para dewa ini. Dan debuah tangan yang tak tampak menekan perasaanku hingga bulu-bulu mataku bertambah berat. Namun akhirnya ruhku terbebas dari himpitan.
Tiba-tiba bumi bergoncang dan langit terbelah, sedang diriku terlempar oleh kekuatan magis. Dan kutemukan diriku di atas sebuah padang rumput yang belum pernah terbetik dalam hati manusia. Di sekelilingku gadis-gadis hanya mengenakan pakaian keindahan Tuhan. Mereka berputar-putar namun telapak kakinya tidak menyentuh rumput. Mereka melantunkan lagu tentang impian cinta. Setiap gadis memainakan kecapi yang terbuat dari gading dan dawainya dari emas.
Sampailah aku di tanah lapang yang amat luas. Di tengahnya berdiri  sebuah singgasana bertahtakan mutiara dan disepuh dengan warna pelangi. Gadis-gadis tadi berdiri di sampingnya, menghadap sumber aroma dupa dan pohon mur, meninggikan suaranya. Pohon itu sedang berbunga, dan diantara ranting-rantingnya penuh dengan putik an mahkota. Sementara Sang Ratu berjalan dengan anggun menuju singgasana. Ketika ia duduk, seputih slaju, terbang merendah dan hinggap di sekeliling kakinya membentuk setengah lingkaran bulan sabit, dan gadis-gadis tadi menyanyikan lagu kemenangan. Aku bergeming menyaksikan mendengar apa yang belum pernah didengar orang.
Kemudian sang ratu member isyarat, semuanya terdiam. Dengan suara yang menyebabkan ruhku menggigil seperti dawai kecapi yang dipetik, dia berkata, “Aku memanggilmu; wahai lelaki. Kau tahu aku seorang Dewi Mimpi. Aku telah memberimu kehormatan dengan kuijinkan berdiri dihadapanku. Dengar perinntahku karena aku  menunjukmu untuk menebarkan nasehat kepada manusia yang bersuku-suku: jelaskan pada mereka bahwa kota impian sedang mengadakan pesta perkawinan yang di depan pintunya dijaga oleh seorang raksasa. Tidak seorangpun boleh masuk kecuali mereka yang mengenakan busana perkawinan. Ceritakan pada mereka bahwa kota ini adalah sebuah surga yang dijaga oleh malaikat cinta, dan tidak sorang pun boleh melihatnya kecuali mereka yang dipelipisnya terukir tanda cinta. Katakana pada mereka keindahan taman-taman dan parit-paritnya yang mengalirkan anggur dan minuman yang lezatnya tiada terkira. Burung-burungnya melayang-layang di angkasa dan bernyanyi bersama para malaikat. Sampaikan pada mereka semerbak bunganya dan hanya anak-anak Mimpi yang boleh menginjakkan kakinya di atas rerumputan yang lembut ini.
“Katakan bahwa aku telah member sebuah cangkir mainan pada seorang laki-laki, namun karena ia merasa kesal ditenggaklah cangkir yang telah diisi dengan minuman kegelapan oleh malaikat-malaikat penjaga malam.
“Katakan, tidak seorangpun dapat bermain Iyre kehidupan jika Jari-jarinya belum dicelupkan dalam berkatku dan matanya tidak disucikan dengan sinar yang memancar dari singgasanaku ini.
“Isa merangkai kata-kata bijak seperti kalung dari batu-batu mulia yang tersusun pada rantai emas cintaku. Santa John menimang-nimang kembali visinya atas perintahku. Dan Dante tidak dapat mengurai tempat persinggasanahan jiwa kecuali dengan bimbinganku. Aku adalah metafor yang memeluk kenyataan, kenyataan yang menggulirkan kesatuan ruh. Aku adalah saksi atas perbuatan para dewa.
“Sesungguhnya aku katakan padamu bahwa pemikiran menempati derajat yang lebih tinggi daripada dunia ini, sedang langit tidak dinaungi oleh mendung sensualitas. Imajinasi menemukan jalannya ke panggung Dewa. Seorang dapat melihat apa yang terjadi setelah terbebasnya jiwa dari dunia substansi.”
Dewi mimpi itu menoleh ke arahku dengan pandangan magisnya, lalu mencium bibirku yang membara, katanya, “Katakan pada mereka bahwa siapapun yang melewati hari-harinya tanpa singgah di kerajaan mimpi akan menjadi budak atas seluruh hidupnya. ”
Kemudian sura gadis-gadis itu meninggi lagi9 dan asap dupa mengepul. Bumi bergoncang lagi, langit bergetar. Tiba-tiba aku menemukan diriku lagi di antara puing-puing kesedihan Palmyra.
Ufuk timur Dewi mimpi itu menoleh ke arahku dengan pandangan magisnya, lalu mencium bibirku yang membara, katanya, “Katakan pada mereka bahwa siapapun yang melewati hari-harinya tanpa singgah di kerajaan mimpi akan menjadi budak atas seluruh hidupnya”.
Kemudian suara gadis-gadis itu meninggi lagi  dan asap dupa mengepul. Bumi bergoncang lagi, langit bergetar. Tiba-tiba aku menemukan diriku lagi di antara puing-puing kesedihan Palmyra.
Ufuk timur ang tersenyum menguning tersembul dan di antara lidah dan bibirku, “Siapapun yang melewati hari-harinya tanpa singgah di kerajaan mimpi akan menjadi budak atas seluruh hidupnya.”

Oleh: Kahlil Gibran

0 komentar:

Posting Komentar